Bisnis yang Beretika dan Etika Bisnis Islam
Bisnis
menjadi kegiatan usaha yang semakin populer dan diminati oleh masyarakat. Hal
ini terbukti dengan pandangan orangtua
zaman sekarang yang punya kebanggan tersendiri ketika salah satu anggota
keluarga atau menantunya adalah seorang pebisnis sukses ketimbang menjadi orang
yang “kerja kantoran” . Terlepas dari hal tersebut, keinginan manusia yang
semakin beragam dan tidak terbatas, juga memberikan pengaruh pesat pada
perkembangan sektor bisnis. Seiring dengan hilangnya batas antara ruang dan
waktu akibat globalisasi dan kemajuan zaman, semakin banyak orang yang
menggeluti kegiatan bisnis, bahkan beralih profesi menjadi seorang pebisnis.
Bisnis
mendatangkan banyak manfaat diantaranya menciptakan lapangan kerja dan
meingkatkan kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Efek jangka panjangnya
akan memacu pertumbuhan pendapatan sehingga tercipta keseimbangan ekonomi .
Selain manfaat yang timbul, bisnis juga bisa berdampak negatif apabila
dijalankan dengan semaunya dan tanpa adanya kaidah. Dampak negatif tersebut akan berujung pada timbulnya kerugian pribadi,
masyarakat, lingkungan, dll. Etika hadir sebagai kaidah dalam kegiatan bisnis
untuk meminimalisir timbulnya dampak negatif dan memberikan manfaat yang
berkelanjutan.
Etika
bisnis merupakan cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang sesuai tanpa
menimbulkan kerugian diri sendiri maupun pihak lainnya. Etika disusun
berdasarkan kesepakatan bersama dan tidak memiliki sanksi hukum, hanya berupa
sanksi sosial seperti menurunnya kepercayaan. Etika berbicara mengenai baik dan
buruk, memberikan batasan pebisnis untuk menjalankan aktivitas bisnis secara
baik dan meninggalkan cara-cara yang dipandang buruk, seperti pedagang yang
menjual barangnya dengan kualitas terbaik dan menyampaikan kepada pembeli jika
ada barang yang kualitasnya kurang baik. Etika bisnis juga dipandang sangat
penting dalam agama Islam, sehingga muncul konsep etika bisnis dalam Islam yang
memandang bisnis sebagai bentuk dari menjalankan perintah Allah Swt.
Seorang
muslim dalam berbisnis jangan pernah lepas dari Akhlak. Akhlak merupakan
perilaku yang tertanam dalam diri seseorang dan sifatnya tidak dapat di
buat-buat atau direkayasa karena muncul secara spontan. Akhlak terbagai menjadi
dua yaitu akhlak baik (contohnya ; jujur, amanah, rendah hati) dan akhlak buruk
( contohnya ; dusta, curang, dzalim). Akhlak yang baik menjadi modal awal agar
seorang pebisnis menjalankan etika bisnis Islam sesuai dengan perintah Allah
Swt. Tidak hanya Akhlak, seorang
pebisnis muslim juga harus memiliki Akidah.
Tidak
boleh ada keraguan sebagai pebisnis muslim dalam menjalankan ajaran agama
Islam. Melaksanakan yang halal dan menjauhi yang haram merupakan penggambaran
akidah dalam kegiatan bisnis islam. Akidah merupakan sebuah perkara yang harus
diyakini kebenarannya dan apabila dilaksanakan akan memberikan ketentraman
jiwa. Seorang muslim harus yakin bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan
dilaksanakan hanya untuk Allah, sesuai dengan tuntunan Etika Bisnis dalam
Islam.
Kemajuan
ekonomi khususnya kegiatan bisnis tidak lepas dari hadirnya agama Islam sebagai
pembawa keselamatan dan kesejahteraan. Etika bisnis Islam berbicara mengenai
perilaku etis bisnis dimana dalam pelaksanannya mempertimbangkan apakah
perilaku bisnis tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan perintah Allah, atau
biasa disebut haram atau halalnya suatu tindakan bisnis.
Dasar-dasar
yang harus ada dalam etika bisnis Islam diantaranya ;
(1) Kesatuan (Tauhid), etika bisnis Islam
merupakan suatu kesatuan dari berbagai aspek yaitu agama, sosial, ekonomi, dll.
Membentuk suatu sistem yang saling terkait dan berhubungan, tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya. (2) Keseimbangan (Adil), Allah telah menciptakan semua hal
sesuai ukuran dan bentuknya. Etika bisnis islam mengajarkan untuk berlaku adil,
dimana dilarang berbuat curang dengan mengurangi apa yang seharusnya orang lain
dapatkan. (3) Kehendak bebas (Free Will), pelaku bisnis diperbolehkan untuk
melakukan kegiatan usaha apapun, selama tidak mendatangkan kerugian dan tidak
bertentangan dengan perintah Allah. (4) Tanggung jawab ( Responsibility) ,
berani untuk menanggung resiko dan menerima konsekuensi yang timbul dari sebuah
keputusan bisnis. (5) Kebajikan dan kejujuran, menjunjung tinggi kebenaran dan
saling tolong menolong sehingga menciptakan kesejahteraan.
Perlu
digaris bawahi bahwa Etika bisnis secara konvensional tidak sama dengan etika
bisnis yang berlandasakan agama Islam. Secara umum etika bisnis memiliki
beberapa prinsip diantaranya:
1.
Utilitarianisme (kemanfaatan umum), suatu tindakan dikatakan baik apabila
dinilai mendatangkan kebermanfaatan bagi orang banyak dan bukan hanya bagi
segelinitir orang.
2.
Universalism (umum), berfokus kepada tujuan suatu tindakan. Suatu tindakan
diperbolehkan hanya jika ‘anda membolehkan saya melakukan apa yang anda lakukan
kepada saya’.
3. Right
(hak), semua manusia diperlakukan sama, tanpa membeda-bedakan.
4.
Justice (keadilan), tidak ada yang merasa dirugikan dan tidak berat sebelah
5.
Virtue etic (keutamaan), dalam melakukan suatu tindakan berdasarkan
rasionalitas sebagai mausia, menggunakan akal apakah sebuah tindakan dipandang
baik atau buruk.
6.
Relativitas Etika, segala sesuatunya tidak mutlak. Suatu tindakan dilandaskan
terhadap cara pandang individu terhadap tindakan tersebut.
Terdapat
beberapa kelemahan dalam keenam prinsip secara umum etika bisnis diatas. Ketika
suatu prinsip tidak dapat menjelaskan keterlibatan unsur agama dalam suatu
tindakan bisnis, maka akan beralih ke prinsip lainnya layaknya sebuah tingkatan
(1-6). Hal ini menunjukan bahwa agama, khususnya Islam mampu menjelaskan sebuah
konsep sempurna dari tindakan bisnis dan kaitannya dengan etika bisnis itu
sendiri. Pebisnis muslim yang benar merupakan pebisnis yang paham mengenai
etika bisnis Islam dan mampu menafsirkannya.
Penafsiran
memberikan pemahaman yang mendalam mengenai hal-hal yang terkandung dan
menyertai dalam etika bisnis Islam. Terdapat tiga penafsiran tentang etika
bisnis islam yaitu, penafsiran bersifat berkesinambungan, bersifat kemanusiaan,
dan bersifat berkeadilan. (1) Penafsiran bersifat berkesinambungan memiliki
makna bahwa dalam aktifitas bisnis tidak hanya berorientasi kepada dunia,
tetapi juga memiliki efek jangka panjang yaitu konsep akhirat yang kekal.
Adanya keterlibatan Allah Swt. dalam setiap aktivitas menuntut kita untuk
menjalin hubungan berkesinambungan antara sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan.
(2) Penafsiran bersifat kemanusiaan memilik makna bahwa etika bisnis sebagai
bentuk dari memanusiakan manusia sehingga manusia dapat berlaku sebagaimana
layaknya manusia dan memperlakukan manusia lain dengan layak pula. Etika bisnis
Islam mendorong manusia untuk berusaha memberikan kebaikan terhadap manusia
lainnya, dan sebagai bentuk perwujudan fitrah manusia sebagai Khalifah di muka
bumi yang selalu memegang teguh amanah dari Allah Swt. (3) Penafisran bersifat
keadilan memiliki makna bahwa etika bisnis Islam selalu menepatkan sesuatu
sesuai dengan yang semestinya, tidak mengurangi atau mencurangi, sesuai dengan
perintah Allah Swt dan sesuai dengan yang diajarkan Rasullulah Saw.
Memperlakukan orang sebagai mana kita ingin diperlakukan, tanpa adanya kesewenang-wenangan
serta mengedepankan kebenaran tanpa adanya keberpihakan. Salah satu Ayat
Al-Quran tentang keadilan terdapat pada Q.S. al-Muthaffifin: 1-3 yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”
Etika
bisnis juga diterapkan dalam skala yang lebih besar, seperti penggunaan moral
dalam sistem ekonomi. Moral memiliki peran yang sangat penting dalam
menciptakan kesesuaian sistem ekonomi. Kasus korupsi pejabat pemerintah, kasus
suap penegak hukum, dan lainnya merupakan gambaran dari rendahnya moralitas
masyarakat dalam sistem ekonomi. Hukum tertulis yang mengikat saja tidak cukup,
agar sistem ekonomi berjalan dengan baik dan benar. Kesadaran masyarakat akibat
dari hukum tertulis hanya timbul dari luar karena unsur keterpaksaan, sementara
kesadaran yang ditimbulkan oleh moral timbul dari dalam diri seseorang tanpa
adanya paksaan sehingga sadar dengan sendirinya tanpa perlu diawasi.
Negara-negara
di dunia menerapakan sistem ekonomi yang berbeda-beda, diantaranya sistem
ekonomi liberalis (AS, Belanda, Perancis, Swedia), komunis (Cina, Kuba, Rusia),
dan campuran (Perancis, Malaysia, Indonesia). Selain itu terdapat pula sistem
ekonomi Islam yang berlandaskan ajaran agama islam sebagai penyempurna sistem
ekonomi lainnya di dunia. Sistem ekonomi Islam memiliki prinsip bahwa kepentingan
individu harus dihargai tanpa mengesampingkan keterlibatan pemerintah, selama
tidak bertentangan dengan perintah Allah Swt. Mendorong peran masyarakat dalam
menjalin hubungan antara individu dan pemerintah sehingga tercipta suasana
kekeluargaan dan saling tolong menolong antar umat manusia.