Selasa, 10 November 2015

Bisnis yang Beretika dan Etika Bisnis Islam



Bisnis menjadi kegiatan usaha yang semakin populer dan diminati oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan pandangan  orangtua zaman sekarang yang punya kebanggan tersendiri ketika salah satu anggota keluarga atau menantunya adalah seorang pebisnis sukses ketimbang menjadi orang yang “kerja kantoran” . Terlepas dari hal tersebut, keinginan manusia yang semakin beragam dan tidak terbatas, juga memberikan pengaruh pesat pada perkembangan sektor bisnis. Seiring dengan hilangnya batas antara ruang dan waktu akibat globalisasi dan kemajuan zaman, semakin banyak orang yang menggeluti kegiatan bisnis, bahkan beralih profesi menjadi seorang pebisnis.
Bisnis mendatangkan banyak manfaat diantaranya menciptakan lapangan kerja dan meingkatkan kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Efek jangka panjangnya akan memacu pertumbuhan pendapatan sehingga tercipta keseimbangan ekonomi . Selain manfaat yang timbul, bisnis juga bisa berdampak negatif apabila dijalankan dengan semaunya dan tanpa adanya kaidah. Dampak negatif tersebut  akan berujung pada timbulnya kerugian pribadi, masyarakat, lingkungan, dll. Etika hadir sebagai kaidah dalam kegiatan bisnis untuk meminimalisir timbulnya dampak negatif dan memberikan manfaat yang berkelanjutan.
Etika bisnis merupakan cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang sesuai tanpa menimbulkan kerugian diri sendiri maupun pihak lainnya. Etika disusun berdasarkan kesepakatan bersama dan tidak memiliki sanksi hukum, hanya berupa sanksi sosial seperti menurunnya kepercayaan. Etika berbicara mengenai baik dan buruk, memberikan batasan pebisnis untuk menjalankan aktivitas bisnis secara baik dan meninggalkan cara-cara yang dipandang buruk, seperti pedagang yang menjual barangnya dengan kualitas terbaik dan menyampaikan kepada pembeli jika ada barang yang kualitasnya kurang baik. Etika bisnis juga dipandang sangat penting dalam agama Islam, sehingga muncul konsep etika bisnis dalam Islam yang memandang bisnis sebagai bentuk dari menjalankan perintah Allah Swt.
Seorang muslim dalam berbisnis jangan pernah lepas dari Akhlak. Akhlak merupakan perilaku yang tertanam dalam diri seseorang dan sifatnya tidak dapat di buat-buat atau direkayasa karena muncul secara spontan. Akhlak terbagai menjadi dua yaitu akhlak baik (contohnya ; jujur, amanah, rendah hati) dan akhlak buruk ( contohnya ; dusta, curang, dzalim). Akhlak yang baik menjadi modal awal agar seorang pebisnis menjalankan etika bisnis Islam sesuai dengan perintah Allah Swt.  Tidak hanya Akhlak, seorang pebisnis muslim juga harus memiliki Akidah.
Tidak boleh ada keraguan sebagai pebisnis muslim dalam menjalankan ajaran agama Islam. Melaksanakan yang halal dan menjauhi yang haram merupakan penggambaran akidah dalam kegiatan bisnis islam. Akidah merupakan sebuah perkara yang harus diyakini kebenarannya dan apabila dilaksanakan akan memberikan ketentraman jiwa. Seorang muslim harus yakin bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan dilaksanakan hanya untuk Allah, sesuai dengan tuntunan Etika Bisnis dalam Islam.
Kemajuan ekonomi khususnya kegiatan bisnis tidak lepas dari hadirnya agama Islam sebagai pembawa keselamatan dan kesejahteraan. Etika bisnis Islam berbicara mengenai perilaku etis bisnis dimana dalam pelaksanannya mempertimbangkan apakah perilaku bisnis tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan perintah Allah, atau biasa disebut haram atau halalnya suatu tindakan bisnis.
Dasar-dasar yang harus ada dalam etika bisnis Islam diantaranya ;
(1)  Kesatuan (Tauhid), etika bisnis Islam merupakan suatu kesatuan dari berbagai aspek yaitu agama, sosial, ekonomi, dll. Membentuk suatu sistem yang saling terkait dan berhubungan, tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. (2) Keseimbangan (Adil), Allah telah menciptakan semua hal sesuai ukuran dan bentuknya. Etika bisnis islam mengajarkan untuk berlaku adil, dimana dilarang berbuat curang dengan mengurangi apa yang seharusnya orang lain dapatkan. (3) Kehendak bebas (Free Will), pelaku bisnis diperbolehkan untuk melakukan kegiatan usaha apapun, selama tidak mendatangkan kerugian dan tidak bertentangan dengan perintah Allah. (4) Tanggung jawab ( Responsibility) , berani untuk menanggung resiko dan menerima konsekuensi yang timbul dari sebuah keputusan bisnis. (5) Kebajikan dan kejujuran, menjunjung tinggi kebenaran dan saling tolong menolong sehingga menciptakan kesejahteraan.
Perlu digaris bawahi bahwa Etika bisnis secara konvensional tidak sama dengan etika bisnis yang berlandasakan agama Islam. Secara umum etika bisnis memiliki beberapa prinsip diantaranya:
1. Utilitarianisme (kemanfaatan umum), suatu tindakan dikatakan baik apabila dinilai mendatangkan kebermanfaatan bagi orang banyak dan bukan hanya bagi segelinitir orang.
2. Universalism (umum), berfokus kepada tujuan suatu tindakan. Suatu tindakan diperbolehkan hanya jika ‘anda membolehkan saya melakukan apa yang anda lakukan kepada saya’.
3. Right (hak), semua manusia diperlakukan sama, tanpa membeda-bedakan.
4. Justice (keadilan), tidak ada yang merasa dirugikan dan tidak berat sebelah
5. Virtue etic (keutamaan), dalam melakukan suatu tindakan berdasarkan rasionalitas sebagai mausia, menggunakan akal apakah sebuah tindakan dipandang baik atau buruk.
6. Relativitas Etika, segala sesuatunya tidak mutlak. Suatu tindakan dilandaskan terhadap cara pandang individu terhadap tindakan tersebut.
Terdapat beberapa kelemahan dalam keenam prinsip secara umum etika bisnis diatas. Ketika suatu prinsip tidak dapat menjelaskan keterlibatan unsur agama dalam suatu tindakan bisnis, maka akan beralih ke prinsip lainnya layaknya sebuah tingkatan (1-6). Hal ini menunjukan bahwa agama, khususnya Islam mampu menjelaskan sebuah konsep sempurna dari tindakan bisnis dan kaitannya dengan etika bisnis itu sendiri. Pebisnis muslim yang benar merupakan pebisnis yang paham mengenai etika bisnis Islam dan mampu menafsirkannya.
Penafsiran memberikan pemahaman yang mendalam mengenai hal-hal yang terkandung dan menyertai dalam etika bisnis Islam. Terdapat tiga penafsiran tentang etika bisnis islam yaitu, penafsiran bersifat berkesinambungan, bersifat kemanusiaan, dan bersifat berkeadilan. (1) Penafsiran bersifat berkesinambungan memiliki makna bahwa dalam aktifitas bisnis tidak hanya berorientasi kepada dunia, tetapi juga memiliki efek jangka panjang yaitu konsep akhirat yang kekal. Adanya keterlibatan Allah Swt. dalam setiap aktivitas menuntut kita untuk menjalin hubungan berkesinambungan antara sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan. (2) Penafsiran bersifat kemanusiaan memilik makna bahwa etika bisnis sebagai bentuk dari memanusiakan manusia sehingga manusia dapat berlaku sebagaimana layaknya manusia dan memperlakukan manusia lain dengan layak pula. Etika bisnis Islam mendorong manusia untuk berusaha memberikan kebaikan terhadap manusia lainnya, dan sebagai bentuk perwujudan fitrah manusia sebagai Khalifah di muka bumi yang selalu memegang teguh amanah dari Allah Swt. (3) Penafisran bersifat keadilan memiliki makna bahwa etika bisnis Islam selalu menepatkan sesuatu sesuai dengan yang semestinya, tidak mengurangi atau mencurangi, sesuai dengan perintah Allah Swt dan sesuai dengan yang diajarkan Rasullulah Saw. Memperlakukan orang sebagai mana kita ingin diperlakukan, tanpa adanya kesewenang-wenangan serta mengedepankan kebenaran tanpa adanya keberpihakan. Salah satu Ayat Al-Quran tentang keadilan terdapat pada  Q.S. al-Muthaffifin: 1-3 yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari  orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”
Etika bisnis juga diterapkan dalam skala yang lebih besar, seperti penggunaan moral dalam sistem ekonomi. Moral memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kesesuaian sistem ekonomi. Kasus korupsi pejabat pemerintah, kasus suap penegak hukum, dan lainnya merupakan gambaran dari rendahnya moralitas masyarakat dalam sistem ekonomi. Hukum tertulis yang mengikat saja tidak cukup, agar sistem ekonomi berjalan dengan baik dan benar. Kesadaran masyarakat akibat dari hukum tertulis hanya timbul dari luar karena unsur keterpaksaan, sementara kesadaran yang ditimbulkan oleh moral timbul dari dalam diri seseorang tanpa adanya paksaan sehingga sadar dengan sendirinya tanpa perlu diawasi.
Negara-negara di dunia menerapakan sistem ekonomi yang berbeda-beda, diantaranya sistem ekonomi liberalis (AS, Belanda, Perancis, Swedia), komunis (Cina, Kuba, Rusia), dan campuran (Perancis, Malaysia, Indonesia). Selain itu terdapat pula sistem ekonomi Islam yang berlandaskan ajaran agama islam sebagai penyempurna sistem ekonomi lainnya di dunia. Sistem ekonomi Islam memiliki prinsip bahwa kepentingan individu harus dihargai tanpa mengesampingkan keterlibatan pemerintah, selama tidak bertentangan dengan perintah Allah Swt. Mendorong peran masyarakat dalam menjalin hubungan antara individu dan pemerintah sehingga tercipta suasana kekeluargaan dan saling tolong menolong antar umat manusia.

Page 1 of 212
Created By Sora Templates